Merajut Kembali Keadilan: Peran Restoratif dalam Kasus Kekerasan
Sistem pengadilan tradisional kerap berfokus pada penghukuman dan penentuan kesalahan. Namun, keadilan restoratif hadir sebagai pendekatan alternatif yang menggeser fokus: dari "siapa yang bersalah dan apa hukumannya?" menjadi "kerugian apa yang terjadi, siapa yang dirugikan, dan apa yang dibutuhkan untuk memperbaikinya?". Dalam kasus kekerasan, pendekatan ini terbukti relevan dan efektif.
Keadilan restoratif menekankan pada pemulihan kerugian yang disebabkan oleh tindak kekerasan. Ini bukan sekadar menjatuhkan sanksi, melainkan upaya holistik untuk mengatasi dampak traumatis bagi korban, mendorong akuntabilitas mendalam bagi pelaku, dan melibatkan komunitas dalam proses penyembuhan.
Bagi Korban: Sistem ini memberi ruang bagi korban untuk mengungkapkan dampak kekerasan yang mereka alami, didengarkan, dan diakui. Ini krusial untuk proses penyembuhan emosional, memungkinkan mereka merasakan kembali kontrol dan menemukan cara untuk memulihkan diri.
Bagi Pelaku: Pendekatan restoratif mendorong pelaku untuk memahami konsekuensi penuh dari tindakan mereka, bukan hanya hukuman legal. Mereka diajak mengambil tanggung jawab secara langsung, menghadapi rasa sakit yang ditimbulkannya, dan mencari cara untuk memperbaiki kesalahan, seringkali melalui permintaan maaf atau tindakan kompensasi yang disepakati.
Bagi Komunitas: Dengan melibatkan keluarga, teman, dan komunitas, keadilan restoratif membantu membangun kembali ikatan yang rusak akibat kekerasan. Ini menciptakan lingkungan yang mendukung proses pemulihan dan mencegah keberulangan, bukan hanya tentang menghukum masa lalu, tetapi membangun masa depan yang lebih aman dan harmonis.
Singkatnya, keadilan restoratif bukan pengganti total sistem konvensional, melainkan pelengkap penting. Dalam kasus kekerasan, ia menawarkan jalur menuju penyembuhan, akuntabilitas yang lebih dalam, dan keadilan yang lebih holistik, dengan potensi besar untuk merajut kembali harmoni sosial yang terkoyak.






