Bayang-Bayang Hitam Konflik: Pelanggaran HAM yang Tak Termaafkan
Konflik bersenjata, alih-alih menjadi arena pertarungan antar militer, seringkali berubah menjadi ladang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mengerikan. Ini adalah tragedi kemanusiaan yang berulang, di mana hukum dan moralitas diinjak-injak, meninggalkan luka mendalam bagi jutaan jiwa.
Pelanggaran HAM dalam konflik bersenjata mencakup spektrum kejahatan yang luas. Mulai dari pembunuhan massal warga sipil, penargetan fasilitas sipil vital seperti rumah sakit dan sekolah, hingga kekerasan seksual yang digunakan sebagai senjata perang, penyiksaan, penggunaan anak-anak sebagai prajurit, pengungsian paksa, dan penghalangan akses bantuan kemanusiaan. Korban utama adalah warga sipil tak berdosa, wanita, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya.
Padahal, ada kerangka hukum internasional yang jelas, yaitu Hukum Humaniter Internasional (HHI) atau dikenal juga sebagai hukum perang, yang bertujuan membatasi dampak konflik dan melindungi mereka yang tidak atau sudah tidak lagi berpartisipasi dalam pertempuran. Prinsip-prinsip seperti pembedaan (antara kombatan dan sipil), proporsionalitas, dan kemanusiaan seringkali diabaikan. Pelanggaran ini bisa dilakukan oleh aktor negara (militer, kepolisian) maupun kelompok bersenjata non-negara.
Dampak dari pelanggaran HAM ini sangat mendalam: penderitaan fisik dan psikologis yang parah, trauma lintas generasi, kehancuran infrastruktur sosial, dan rusaknya tatanan masyarakat. Ini juga memperpanjang siklus kekerasan dan menghambat upaya perdamaian serta rekonsiliasi.
Pentingnya akuntabilitas tidak bisa ditawar. Mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan ini harus diadili, baik melalui mekanisme nasional maupun internasional, untuk memastikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejahatan serupa. Melindungi HAM dalam konflik bukan hanya kewajiban hukum, melainkan juga fondasi untuk membangun kembali kemanusiaan dan perdamaian yang berkelanjutan.




