Di Balik Pintu Tertutup: Menguak Akar Kekerasan dalam Rumah Tangga yang Sulit Terputus
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah fenomena kompleks yang sering tersembunyi, namun dampaknya merusak sendi kehidupan. Angka KDRT yang masih tinggi bukanlah sekadar masalah emosi sesaat, melainkan cerminan dari berbagai faktor penyebab yang saling terkait dan sulit diputus.
1. Ketidakseimbangan Kekuasaan dan Ketidaksetaraan Gender:
Akar utama seringkali terletak pada ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan. Pola pikir patriarki yang menempatkan satu pihak lebih dominan, keinginan untuk mengontrol pasangan, serta peran gender yang kaku dapat memicu kekerasan sebagai alat penegasan superioritas dan kepemilikan.
2. Tekanan Ekonomi dan Penyalahgunaan Zat:
Stres akibat kesulitan ekonomi, pengangguran, atau masalah finansial dapat meningkatkan frustrasi dan agresi. Ditambah dengan penyalahgunaan alkohol atau narkoba, kontrol diri seringkali melemah, memperbesar potensi tindakan kekerasan karena hilangnya kemampuan berpikir jernih dan mengelola emosi.
3. Lingkaran Kekerasan Antargenerasi dan Normalisasi Sosial:
Seseorang yang tumbuh di lingkungan penuh kekerasan (baik sebagai korban maupun saksi) cenderung mengulang pola yang sama dalam hubungan dewasanya. Selain itu, norma sosial yang masih menganggap KDRT sebagai "urusan pribadi" atau tabu untuk dibicarakan, turut melanggengkan kekerasan karena korban takut melapor dan masyarakat enggan campur tangan.
4. Lemahnya Sistem Dukungan dan Penegakan Hukum:
Kurangnya kesadaran akan hak-hak korban, sulitnya akses pada bantuan hukum atau psikologis yang memadai, serta proses hukum yang panjang dan rumit, seringkali membuat korban enggan mencari pertolongan. Penegakan hukum yang kurang tegas juga bisa menjadi sinyal bahwa pelaku merasa "aman" dari konsekuensi, sehingga berani mengulangi perbuatannya.
Mengatasi tingginya angka KDRT membutuhkan pendekatan multi-pihak yang komprehensif: edukasi kesetaraan gender, penguatan ekonomi keluarga, rehabilitasi bagi pelaku, perlindungan korban yang efektif, serta penegakan hukum yang tegas. Hanya dengan upaya kolektif, lingkaran kekerasan ini dapat diputus, menciptakan rumah tangga yang aman dan harmonis.






