Narasi dan Kuasa: Simbiosis Tak Terpisahkan Media-Politik
Hubungan antara media massa dan politisi adalah tarian simbiotik yang rumit dan tak terpisahkan. Keduanya saling membutuhkan, membentuk narasi publik, dan pada akhirnya, memengaruhi arah kebijakan serta opini masyarakat.
Bagi politisi, media adalah megafon utama untuk menyampaikan pesan, membangun citra, menggalang dukungan, dan bahkan menyerang lawan politik. Tanpa liputan media, pesan mereka akan sulit menjangkau khalayak luas, dan upaya politik mereka bisa menjadi tak terlihat. Media menyediakan panggung bagi mereka untuk berinteraksi langsung (atau secara tidak langsung) dengan konstituen dan pemilih.
Sebaliknya, bagi media, politisi adalah sumber berita tak berujung. Akses ke informasi eksklusif, pernyataan pejabat, drama politik, dan kebijakan publik adalah bahan bakar yang menjaga relevansi media dan menarik audiens. Kisah-kisah seputar kekuasaan, keputusan, dan skandal adalah konten premium yang diminati publik.
Namun, simbiosis ini sering kali berada di garis tipis antara kemitraan fungsional dan potensi manipulasi. Media idealnya berfungsi sebagai pengawas (watchdog) kekuasaan, menuntut akuntabilitas dan transparansi dari politisi. Namun, tekanan untuk mendapatkan akses atau mempertahankan hubungan baik bisa mengaburkan independensi, mengubahnya menjadi corong (mouthpiece) atau alat propaganda yang melayani kepentingan politik tertentu.
Pada akhirnya, hubungan ini adalah cerminan kompleks dari dinamika kekuasaan dan informasi dalam masyarakat demokratis. Saling bergantung, saling memengaruhi, dan terus membentuk lanskap politik serta pemahaman kita tentang dunia.








