Kompas yang Patah: Ketika Politik Mengingkari Publik
Politik seharusnya menjadi instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Namun, seringkali kita menyaksikan fenomena di mana kepentingan politik, baik individu maupun kelompok, justru mengalahkan kepentingan publik yang seharusnya menjadi prioritas utama. Ini adalah momen ketika kompas moral dan etika dalam bernegara seolah patah, menunjuk pada arah yang salah.
Fenomena ini muncul ketika para pembuat kebijakan lebih fokus pada kelangsungan kekuasaan, agenda partai, atau ambisi pribadi dibandingkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat. Keputusan seringkali diambil berdasarkan kalkulasi politik pragmatis—misalnya demi dukungan suara, stabilitas koalisi, atau keuntungan finansial—bukan kebutuhan riil rakyat. Proyek-proyek mungkin diprioritaskan bukan karena manfaatnya bagi masyarakat, melainkan karena nilai politisnya atau keuntungan bagi segelintir pihak.
Konsekuensinya fatal: kebijakan yang tidak pro-rakyat, alokasi sumber daya yang bias, munculnya ketidakadilan sosial, hingga erosi kepercayaan publik terhadap institusi negara. Ketika suara rakyat diabaikan demi kepentingan elit, fondasi demokrasi pun tergerus.
Mewujudkan politik yang berpihak pada publik membutuhkan partisipasi aktif masyarakat, pengawasan ketat, dan pemimpin yang memiliki integritas serta visi jangka panjang. Hanya dengan begitu, kompas kebijakan dapat kembali menunjuk pada arah yang benar: kesejahteraan seluruh rakyat.








