Melampaui Stereotip: Menguak Peran Gender dalam Kriminalitas dan Penanganannya
Perilaku kriminal seringkali dipandang sebagai isu universal, namun faktanya, gender memainkan peran krusial dalam pola, motivasi, dan cara penanganannya. Memahami dimensi gender dalam kriminalitas bukan berarti mereduksi individu, melainkan membuka jalan bagi intervensi yang lebih efektif dan adil.
Perbedaan Pola Kriminalitas yang Mencolok
Secara statistik, pria jauh lebih sering terlibat dalam kejahatan kekerasan, perampokan, dan kejahatan terorganisir. Mereka juga mendominasi populasi narapidana di seluruh dunia. Sebaliknya, wanita cenderung terlibat dalam kejahatan properti non-kekerasan (seperti pencurian ringan), penipuan, atau kejahatan yang seringkali terkait dengan isu ekonomi, penyalahgunaan narkoba, atau bahkan sebagai respons terhadap viktimisasi (misalnya, kekerasan dalam rumah tangga).
Akar Masalah Berbasis Gender
Perbedaan ini tidak semata-mata biologis, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan ekonomi:
- Maskulinitas dan Risiko (Pria): Norma sosial yang menekankan maskulinitas seringkali mengaitkan kekuatan, dominasi, keberanian mengambil risiko, dan penekanan emosi. Tekanan untuk "membuktikan diri" atau memenuhi harapan sosial ini dapat mendorong pria ke perilaku agresif atau kriminal, terutama dalam lingkungan yang rentan.
- Viktimisasi dan Kebutuhan (Wanita): Banyak wanita yang terlibat dalam kejahatan memiliki riwayat trauma, kekerasan (fisik, seksual, emosional), atau penyalahgunaan zat. Tekanan ekonomi, peran sebagai orang tua tunggal, dan kurangnya dukungan sosial juga seringkali mendorong mereka ke tindakan ilegal sebagai upaya bertahan hidup atau coping.
- Sosialisasi Berbeda: Sejak kecil, pria dan wanita disosialisasikan dengan peran dan ekspektasi yang berbeda, membentuk cara mereka memandang konflik, kekuasaan, dan penyelesaian masalah.
Penanganan yang Responsif Gender
Sistem peradilan pidana harus bergeser dari pendekatan ‘satu ukuran untuk semua’ menjadi responsif gender untuk mencapai rehabilitasi yang efektif:
- Untuk Pria: Penanganan perlu fokus pada pengelolaan amarah, pembangunan keterampilan sosial dan emosional, serta dekonstruksi konsep maskulinitas toksik. Program rehabilitasi harus mencakup pelatihan vokasi, pendidikan, dan dukungan psikososial untuk membantu mereka menemukan identitas yang positif di luar perilaku kriminal.
- Untuk Wanita: Pendekatan trauma-informasi sangat penting, mengingat banyak yang adalah korban sebelum menjadi pelaku. Dukungan kesehatan mental, penanganan ketergantungan narkoba, dan program pemberdayaan ekonomi serta dukungan parenting perlu diprioritaskan. Alternatif hukuman penjara, seperti program berbasis komunitas yang berfokus pada reintegrasi dan dukungan keluarga, seringkali lebih efektif dan manusiawi.
- Pelatihan Petugas: Aparat penegak hukum, hakim, dan petugas lapas perlu dibekali pemahaman tentang isu gender dan dampaknya terhadap perilaku kriminal, agar penanganan lebih adil dan tidak bias.
Kesimpulan
Memahami faktor gender dalam kriminalitas membuka pintu bagi penanganan yang lebih adil dan efektif. Ini bukan tentang membenarkan kejahatan, melainkan tentang menciptakan sistem yang mengakui kompleksitas individu dan lingkungan mereka. Dengan pendekatan yang sensitif gender, kita dapat membangun masyarakat yang lebih aman dan mendukung rehabilitasi yang lebih bermakna bagi semua.






